1. Video Erlin Kusdiyah X OTP 1
2. Video Sofia Mauna X AKL 1
3. Video Surya Permana X OTP 1
1. Diah Putri Nur A XI BDP 2
3. Isna Wahida XI TKJ
Siaran tak berbobot membuat masyarakat merosot. Berulang kali surat teguran KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dilayangkan kepada stasiun televisi. Banyaknya tayangan yang tidak mendidik dan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI menentukan kualitas siaran pertelevisian. Kualitas siaran yang kian rendah membuat masyarakat resah.
Kasus penyimpangan kini marak terjadi di kalangan anak dan remaja. Konten yang masih memuat kekerasan, pornografi, seksualitas, dan kriminalitas itulah pemicunya. Berkaca pada kasus "Gadis 15 Tahun Bunuh Bocah 5 Tahun" karena menonton film horor¹ dan kasus "Video Anak SD Sidoarjo Lakukan Adegan Dewasa" karena pelaku meniru adegan dari tayangan video dewasa.² Juga kasus yang sempat viral di media sosial yaitu kasus dari sinetron "Suara Hati Istri".³ Setelah mendapat teguran KPI pihak Indosiar mengganti pemeran Zahra yakni Lea Ciarachel yang masih berusia 15 tahun. Namun menurut saya kesalahan itu tidak hanya pada pemeran yang masih di bawah umur tapi juga pada adegan yang ditayangkan tidak sesuai dengan norma kesopanan dan kesusilaan yang terdapat dalam Pasal 9 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI. Adapun kasus baru yaitu "KPI dan Sensor Lirik Lagu di Radio".? Pengawasan yang dilakukan KPI tak hanya pada siaran televisi tapi mereka juga memiliki tim khusus yang bertugas mengawasi siaran radio yang saat ini banyak didengar anak muda dengan telepon genggam. Kasus ini bermula dengan adanya 42 lagu yang mengandung kata kasar dan berbau pornografi, karena itu pihak KPI melarang 42 lagu tersebut diputar di jam siar anak dan hanya boleh diputar setelah jam 10 malam kecuali lirik yang dilarang itu disensor atau diganti. Pelajaran yang dapat diambil dari keempat kasus tersebut adalah siaran yang tidak baik berdampak buruk bagi penerus bangsa. Jadi mari kita berantas siaran yang tidak berkualitas.
Untuk memberantas siaran yang tidak berkualitas dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat khususnya remaja. Memulai dengan program "Budayakan Palima" penting adanya literasi media. Program Budayakan Palima adalah program yang bergerak untuk mengedukasi di kalangan masyarakat agar mereka tahu bagaimana mengakses, dan memilih siaran yang bermanfaat dan sesuai kebutuhan. Program ini bisa dilaksanakan dengan cara seminar online, lomba, atau program televisi terkait literasi media dengan pembawaan yang menghibur agar pemirsa menjadi tertarik dan ingin memahami apa itu literasi media.
Dikutip dari jurnal kominfo.go.id secara nasional, indeks literasi digital di Indonesia masih berada pada level “sedang”.? Adapun tingkat literasi Indonesia di dunia cukup rendah, ranking 62 dari 70 negara.? Hal itu karena rendahnya minat baca atau literasi masyarakat yang dipengaruhi beberapa faktor yaitu belum adanya kebiasaan membaca sejak dini, fasilitas pendidikan yang belum memadai dan produksi buku di Indonesia yang belum rata untuk daerah pelosok.? Maka dari itu dengan adanya Program Palima diharapkan dapat menciptakan remaja yang kritis dalam memantau siaran yang menyimpang, peka terhadap informasi pembaharuan dan selektif dalam menerima informasi agar tidak percaya informasi bohong atau hoaks.
Selain kerja sama masyarakat, keterlibatan pemerintah juga berperan penting khususnya Komisi I DPR. Maka dari itu DPR harus ikut serta dengan menjalankan ketiga fungsinya, jika saya menjadi DPR hal yang akan saya lakukan yaitu:
Dengan fungsi legislasi, saya akan merevisi UU No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran dan UU No.11 Tahun 2008 (UU ITE) tentang informasi dan transaksi elektronik dengan menyesuaikan perkembangan keterbukaan informasi agar dapat diterima masyarakat. Dan tentunya saya akan memberi sanksi tegas untuk pelanggar agar jera dan tidak mengulanginya kembali.
Dengan fungsi anggaran, saya akan memaksimalkan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk membiayai seminar terkait literasi media dan mendanai program-program yang mendukung remaja aktif dan kritis terhadap isi siaran contohnya: lomba pembuatan film edukasi, pidato literasi media, olimpiade informatika dan lain-lain.
Yang terakhir, dengan fungsi pengawasan, saya akan bekerja sama dengan KPI dalam mengawasi dan menjalankan UU No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Juga saya akan bekerja sama dengan KPI, Kemendikbud, dan Kominfo untuk menciptakan siaran sehat, berbudaya, mengedukasi, dan tentunya menarik minat pemirsa.
Dengan kerjasama dari semua pihak diharapkan akan membawa perubahan besar terhadap dunia penyiaran Indonesia ke arah yang lebih baik dan menciptakan siaran yang berkualitas untuk masyarakat yang cerdas.
Literasi media berperan besar untuk dunia penyiaran, di mana masyarakat yang paham media dapat membentengi dampak buruk dari siaran yang tidak berkualitas terhadap anak dan remaja yang mudah terpengaruh dan memiliki kontrol diri yang lemah dan tentunya juga dapat menciptakan remaja yang aktif, kritis, dan selektif. Maka dengan Program Budayakan PALIMA (Penting Adanya Literasi Media) diharapkan akan membawa energi positif untuk menjadi Indonesia emas dengan generasi cerdas untuk siaran yang berkualitas.
Berdasarkan siaran pers Bappenas, 10-20 tahun mendatang Indonesia diprediksi akan dihadapkan pada masa bonus demografi. Pada periode tersebut, penduduk usia produktif bisa mencapai 64% dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. Agar Indonesia dapat memaksimalkan manfaat dari bonus demografi, ketersediaan sumber daya manusia yang melimpah harus diimbangi dengan peningkatan kualitas dari sisi pendidikan dan keterampilan.[1]
Sepuluh hingga dua puluh tahun mendatang bukanlah waktu yang lama. Karena itu, mulai sekarang kita harus memersiapkan masyarakat kita, terlebih generasi muda untuk menghadapi masa tersebut. Mendidik generasi muda agar menjadi sumber daya manusia yang unggul untuk Indonesia maju.
Kemajuan era revolusi industri 4.0 melaju dengan cepat. Terutama dalam dunia IPTEK, kemajuannya sungguh tidak terkendali, membuat masyarakat awam yang tadinya tidak melek teknologi, mau tidak mau harus beradaptasi dengan dunia digital. Kehidupan para generasi muda di zaman digital yang serba canggih ini tentunya memengaruhi tumbuh kembang mereka. Salah satunya dalam dunia penyiaran.
Ketika kita dulu mendengar kata siaran atau penyiaran pasti yang terlintas hanya ada dua hal, yaitu TV atau radio. Hal ini tentu berbanding 1800 dengan keadaan sekarang, yang jika kita mendengar kata siaran atau penyiaran maka akan terlintas berbagai platform, berbagai aplikasi digital dengan seribu satu fitur, yang sedang nge-hype dimasa sekarang ini.
Pandemi COVID-19 yang hingga kini tak kunjung usai, membuat masyarakat menghabiskan waktu dirumah. Bekerja, belajar, belanja, dan segalanya dilakukan dirumah karena kondisi diluar memang benar-benar tidak memungkinkan. Berkutat dengan kegiatan rumah yang itu-itu saja, membuat mereka jenuh. Membuat mereka mencari hiburan dengan aneka ragam kecanggihan teknologi digital. Menghabiskan waktu berjam-jam lamanya untuk menonton siaran yang tidak tahu itu pantas atau tidak dengan dalih“Yang penting saya happy, terhibur, nggak stress”, belum lagi jika menonton berita yang tidak komprehensif, yang digunakan untuk menuai kontroversi, sensasi hingga masyarakat terprovokasi di tengah pandemi. Pahit memang, tapi itulah realita masyarakat kita mudah terpengaruhi dan terbodohi suatu hal tanpa menelaah dahulu.
Disinilah titik letak masalahnya. Masalah siaran, tontonan mungkin sekilas adalah masalah sepele, tapi dari hal-hal sepele inilah, timbul dampak berantai. Dari berbagai jurnal, berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ahli, mengatakan bahwa orang, cenderung melakukan sesuatu seperti yang dilihatnya, terlebih bagi seorang anak dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Sebelum ini, tepatnya pada Maret 2020 terjadi kasus pembunuhan anak enam tahun yang dilakukan oleh seorang remaja, yang mengejutkan ketika ditanya oleh polisi, dia menjawab terinspirasi dari film horror yang ditontonnya dan sudah lama menahan hasrat untuk membunuh. Bukankah hal tersebut sangat mengerikan dan tidak begitu logis sebenarnya, tapi sekali lagi, ini adalah fakta yang tidak bisa kita pungkiri.
Generasi muda, titik letak keberhasilan bangsa. Bagaimana jadinya jika moral anak bangsa rusak karena apa yang mereka tonton? Bagaimana Indonesia bisa memaksimalkan bonus demografi jika sejak saat ini moral generasi mudanya sudah rusak? Bagaimana Indonesia bisa mencapai golden time jika begini? Ya, pertanyaan-pertanyaan ini adalah dampak berantai dari satu masalah yaitu penyiaran.
Di zaman ini pula, banyak sekali kalangan generasi muda yang mengambil pekerjaan sebagai seorang influencer, dan content creator untuk mengisi waktu mereka ditengah keadaan pandemi. Hal ini bisa kita bilang sebagai sesuatu yang baik, tetapi disisi lain, jika para remaja ini tidak diberikan edukasi, maka mereka akan membuat konten tanpa memedulikan isinya dan memiliki prinsip“Yang penting viral, banyak yang nonton, saya terkenal, saya bisa dapat uang”, jika semua content creator di Indonesia seperti itu, rusaklah moral anak bangsa, dan akan membahayakan generasi muda pada masa berikutnya.
Bagaimana masyarakat Indonesia bisa menjadi cerdas jika tontonannya saja tidak berkualitas. Terlebih lagi indeks kualitas siaran Indonesia masih dibawah dibawah standar yang ditentukan. Disinilah peran penting DPR-RI, KPI, dan Pemerintah Indonesia untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, khususnya para remaja mengenai siaran yang berkualitas. Lalu apa langkah yang tepat untuk menghadapi masalah ini?
Masyarakat Indonesia yang berperan aktif dalam bidang industri teknologi yang semakin canggih ditengah tingginya konsumsi media penyiaran mengharuskan masyarakat khususnya remaja, sebagai generasi penerus bangsa untuk berkontribusi maksimal melalui fungsi parlemen sebagai langkah untuk mendobrak peradaban dunia penyiaran Indonesia.
Lalu bagaimana cara parlemen untuk menghadapi kondisi penyiaran di Indonesia ini ditengah kemajuan dunia digitalisasi? Melalui fungsi parlemen berikut, maka sedikit demi sedikit, segala tetek bengek permasalahan siaran di Indonesia ini dapat diatasi, yaitu dengan
1. Legislasi
Melalui fungsi ini DPR-RI dapat menguatkan atau menekankan kembali UU No. 32 Tahun 2002 lebih tepatnya pada BAB 2, pasal 3 dan 5 tentang tujuan dan arah penyiaran Indonesia. DPR-RI juga perlu melakukan rekonstruksi untuk penguatan wewenang KPI sebagai lembaga independen yang bertugas untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan penyiaran, tanpa melupakan demokratisasi di Indonesia yaitu dengan menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama di ranah penyiaran, salah satunya dengan mengadakan RDPU atau rapat dengar pendapat umum
2. Anggaran
DPR-RI perlu menganggarkan APBN yang lebih untuk pengembangan RRI dan TVRI sebagai chanel penyiaran resmi Negara Indonesia agar bisa bersaing dengan chanel swasta. Selain itu DPR-RI perlu menganggarkan APBN untuk membuat produk siaran yang berkualitas, dan memberikan pelatihan kepada conten creator, serta influencer supaya membuat konten dengan mengutamakan kepentingan edukasi dan perbaikan moral. Dengan ini mutu penyiaran di Indonesia dapat meningkat, sehingga bisa menciptakan insan-insan yang cerdas.
3. Pengawasan
Melakukan pengawasan dalam penyiapan RUU penyiaran, agar bisa menghasilkan produk hukum yang benar-benar berkualitas dan tidak ada kecacatan di dalamnya. DPR-RI juga perlu bekerja sama dengan kominfo, dan seluruh elemen masyarakat untuk mengawal serta mengawasi siaran di Indonesia, apakah sesuai standar atau tidak.
Siaran merupakan salah satu hal yang esensial dalam sebuah negara. Tetapi jika siaran tersebut lebih banyak mengandung dampak negatif daripada dampak positifnya, maka saya rasa itu perlu dikaji ulang. Terlebih Indonesia adalah negara hukum, hal ini juga tidak relevan dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Permasalahan siaran di Indonesia ini juga tidak bisa ditangani hanya oleh pemerintah saja, oleh karena itu butuh uluran tangan langsung dari masyarakat Indonesia, dengan memiliki pemikiran yang kritis, pemahaman yang luas, aktif literasi, sadar media, dan tidak mudah terprovokasi.
Saya yakin dengan kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Dengan ini juga, dengan perbaikan pada generasi muda, Indonesia akan lebih cepat berada di golden time. Sekali lagi, globalisasi, siaran berkualitas, masyarakat cerdas, dan Indonesia maju semuanya saling bersinergi.
Kelas X
Juara 1: Maulina Handayan/X BDP
Juara 2: Evinda Anggun X TKJ
Juara 3: Eva salsabila Sandy X TKJ
Kelas XI
Juara 1: Eka Lulu Khairunnisa XI AKL 1
Juara 2: Erina Nuraini XI OTP 1
Juara 3: Meida Hafidatul Jannah XI AKL 1
Juara 1: CAHYA WAHYUNINGTYAS X AKL
Juara 2: RIZKA RAHMAWATI X AKL
Juara 3: ELVIRA RAHMA DEWI X AKL
Juara 1: ANGGI NURAINI XI AKL 1
Juara 2: TYAS DWI NINGRUM XI OTP 2
Juara 3: AMALYA KHUSNA XI TL
Karya: Ahmad Suryadi (X TKJ)
Di pilar pilar sudut tempat
Diantara hidup mati tersirat
Disitulah anak sosok hebat
Lain pembejat bukan pejabat
Hari hari penuh kekhawatiran
Tak jumpa pelita, hidup diharapkan
Dilema hati landaskan kemanusiaan
Berlawanan akal, ilmu pengetahuan
Lamun berharap cerah harapan
Dokter, perawat, dan relawan
Terimakasih atas ketulusan
Resiko, pengorbanan, dan pengabdian
Memberikan kami rasa aman dan nyaman
Untukmu Tuhan, sang pencipta alam
Dengarkan rintihan siang dan malam
Merenung diri sunyi dalam diam
Memohon hidup aman nan tentram